“Menulis adalah sebuah keberanian...” ― Pramoedya Ananta Toer

Padhang Wengi

Jadilah cahaya ditengah kegelapan

Sekilas tentang Ki Hajar Dewantara

By 3:12 AM

Nama Ki Hajar Dewantara mungkin sudah sering kita dengar dalam berbagai media. Tapi tidak banyak yang tahu tentang pemikiran dan perjalanan hidup beliau. Nama asli beliau adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat kemudian nama ini diganti dengan nama Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah tokoh dan aktivis pendidikan Indonesia pada zaman kolonialisme Belanda, karena kegigihannya tersebut, beliau diangkat menjadi Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan presiden no. 305 tanggal 28 November 1959. Hari kelahiran beliau (2 Mei 1889) juga dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Ki Hajar Dewantara aktif dalam memperjuangkan pendidikan, terutama bagi kaum pribumi. Beliau juga mendirikan sekolah Nasionaal Onderwijs Institut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada tanggal 3 Juli 1922 sebagai sebuah anti-tesis pendidikan-pendidikan Belanda. Perguruan ini sangat menekankan pentingnya rasa nasionalis bagi setiap muridnya. Melalui pendidikan beliau ingin menanamkan kesadaran akan nasionalisme bagi orang-orang pribumi.

Ajaran beliau yang masih sering kita dengar sampai sekarang adalah tut wuri handayani (dibelakang memberi dorongan). Semboyan ini berasal dari kalimat aslinya yang berbunyi ‘ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani’. Ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (ditengah membangun peluang untuk berprakarsa) dan tut wuri handayani (dibelakang memberi dorongan). Masing-masing kalimat tersebut dapat mengajari kita tentang nilai filosofis dari pendidikan yang seharusnya. Semboyan ini diadopsi oleh pemerintah sebagai semboyan pendidikan Indonesia.

Kita sebagai sebuah bangsa yang terdidik seharusnya sadar akan nilai-nilai filosofis yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara. Nilai-nilai filosofis tersebut hanya menjadi sebuah hiasan dinding untuk mempercantik wajah luar pendidikan kita. Tetapi saat kita memasuki lebih dalam lagi wajah pendidikan kita, kita akan melihat bahwa para pemimpin rakyat yang suka korupsi sebagian besar adalah hasil cetakan pendidikan kita, kiblat pendidikan kita adalah bercorak Barat yang bersifat emperis-materialisme dan berbagai contoh nyata lainnya yang tidak mencerminkan nilai-nilai filosofis dari Bapak Pendidikan kita. Jika kondisi seperti diatas tidak berubah, maka tidak dipungkiri lagi bahwa nilai-nilai filosofis pendidikan kita berubah menjadi simbol kosong tanpa makna.

You Might Also Like

0 komentar