“Menulis adalah sebuah keberanian...” ― Pramoedya Ananta Toer

Padhang Wengi

Jadilah cahaya ditengah kegelapan

Membudayakan Globalisasi atau menglobalisasikan Budaya

By 1:36 AM

Saat kita melihat dua rangkaian kata diatas, hal yang pertama kita lihat hanyalah rangkaian kata yang urutannya hanya dibalik. Dalam rangkaian kata diatas hanya terdiri dari dua kata yaitu globalisasi dan budaya. Tapi perbedaan satu dengan yang lain terlihat pada makna yang terkandung dalam kedua kalimat tersebut.

Pada rangkaian kata pertama dimana budaya merupakan kata pertama dan globalisasi pada urutan kedua menunjukkan tentang kondisi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia saat ini. Globalisasi yang merupakan produk metamorfosis dari kapitalisme sudah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat. Segala hal yang berbau globalisasi diindentikkan dengan hal yang baik dimana doktrin seperti itu harus diterima oleh setiap negara, terutama negara-negara dunia ketiga. Hal ini menjadikan globalisasi sebagai tren, baik itu dipaksakan atau tidak, globalisasi harus bisa diterima dan dijalankan oleh setiap negara.

Globalisasi merupakan sebuah dunia dimana jarak antara satu negara dengan negara lain semakin sempit. Perpindahan barang dan jasa dilakukan dengan lebih mudah. Batas-batas yang dulu ada, seperti, peraturan tentang wilayah, bea cukai, ijin imigrasi dsb-nya sekarang dibatasi, sehingga jalur perpindahan suatu barang dan jasa, maupun ideologi semakin mudah. Dengan berkembangnya bidang teknologi dan informasi dewasa ini, globalisasi dapat berkembang dengan pesatnya.

Kenapa dengan adanya globalisasi, sistem ekonomi kapitalisme yang paling diuntungkan?
Untuk menjawab pertanyaan diatas dapat dilihat dari negara-negara penyokong globalisasi tidak lain adalah negara-negara kapitalisme. Bahkan bisa dilihat bahwa globalisasi merupakan metamorfosis baru kapitalisme. Hal ini bisa dilihat dari sistem kapitalisme itu sendiri bekerja. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, peran pasar adalah lebih besar daripada peran negara. Negara tidak lagi mempunyai peran terhadap pasar. Tapi kapitalisme tidak bisa menghasilkan keuntungan terbesar jika negara lain, terutama negara dunia ketiga tidak melakukan hal yang serupa, yaitu menyerahkan urusan pasar tidak lagi kepada negara, melainkan kepada pasar itu sendiri. Lebih lanjut, produk yang dihasilkan oleh kapitalisme harus mempunyai daerah pemasaran. Masalah terbesar kapitalisme terbesar dalam masalah ini adalah aturan-aturan dari negara lain terhadap bea masuk suatu barang dari negara lain. Dengan menggunakan globalisasi sebagai cara agar aturan-aturan itu bisa diminimalisir, kapitalisme menjadi semakin mudah dalam mencari daerah pemasaran produk mereka.

Lalu, bagaimana globalisasi dapat menjadi budaya?
Budaya dalam perkembangannya selalu merupakan tindakan/norma yang diikuti oleh masyarakat. Dalam masyarakat manapun, bentuk budaya pasti berkembang, karena bagaimanapun sekelompok manusia yang hidup dan tinggal disuatu tempat akan mengembangkan budayanya sendiri, entah itu besar ataupun kecil, dikenal atau tidak. Globalisasi sendiri merupakan suatu perkembangan masyarakat dimana tingkat mobilitas dan akses masyarakat terhadap informasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Globalisasi menjadi suatu kondisi dimana sethiap masyarakat ataupun negara tidak bisa menghindarinya. Pada arus perkembangan globalisasi, setiap individu, masyarakat dan negara akan saling berinteraksi satu sama lain. Dalam konteks ini, bukan tidak mungkin suatu bentuk interaksi yang terjadi adalah dalam bentuk budaya. Tapi bentuk interaksi seperti apa yang bisa terjadi antara individu yang hidup dalam suatu budaya tertentu? Interaksi yang dimaksud disini merupakan interaksi antara suatu budaya tertentu dengan individu yang hidup dalam budaya lain. Hasil yang dapat terjadi antara interaksi di atas adalah interaksi positif dan interaksi negatif. Yang pertama, interaksi positif antara individu dengan budaya dapat menghasilkan suatu individu yang berwawasan luas. Individu tersebut akan melihat suatu bentuk budaya dari masyarakat lain yang menyebabkan pemikiran individu tersebut tidak hanya terbatas pada budayanya saja. Yang kedua, yaitu interaksi negatif yang dapat terjadi terhadap seorang individu yang telah dipengaruhi oleh budaya lain. Saat seorang individu melihat suatu bentuk budaya lain dan budaya itu mempengaruhinya sehingga seseorang tersebut akan masuk kedalam budaya barunya itu dan melakukan suatu bentuk tindakan/ucapan yang sudah terpengaruh oleh budaya lain. Pada tingkat yang lebih parah, jika dalam suatu masyarakat sudah terpengaruhi oleh budaya lain, maka akhirnya budayanya sendiri akan hilang ditelan jaman karena tidak ada lagi individu yang melestarikan budayanya sendiri. Dapat kita misalkan seperti ini, individu A hidup dalam budaya A dan individu B hidup dalam budaya B. Interaksi yang dapat terjadi adalah pertama, interaksi antara individu A dengan individu B ataupun sebaliknya. Interaksi kedua adalah interaksi antara individu A dengan budaya B ataupun sebaliknya dan interaksi yang ketiga adalah interaksi antara budaya A dengan budaya B ataupun sebaliknya. Interaksi positif dan negatif dapat terjadi melalui contoh diatas. Saat suatu budaya tidak dapat melewati seleksi budaya seperti contoh diatas maka dapat dipastikan budaya itu akan mati. Bahkan dalam tingkatan yang lebih parah, akan ada suatu bentuk hegemoni budaya dimana hanya akan ada satu atau beberapa budaya yang masih bertahan. Globalisasi menyebabkan proses itu semakin cepat dengan semakin mudahnya akses terhadap informasi.

Kenapa kapitalisme dapat bertahan dalam budaya globalisasi?
Dalam budaya globalisasi, gerak arus pertukaran informasi terjadi dengan sangat cepat. Informasi yang bergerak dapat berupa pemikiran, ideologi, perkembangan teknologi informasi, berita dsb. Jika pertukaran arus informasi, terutama hal-hal yang berkaitan dengan dengan ideologi, mengapa sampai sekarang ideologi yang mencolok adalah kapitalisme?

Kapitalisme pada dasarnya adalah suatu sistem ekonomi yang berorientasi pada pasar. Sistem ini memungkinkan seseorang atau perusahaan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Cara yang dilakukan oleh kapitalisme untuk mendapat keuntungan sendiri berdasar pada keuntungan yang tertinggi, artinya segala cara dapat dilakukan selama cara yang dipakai dapat menghasilkan keuntungan. Pada dasarnya kapitalisme sendiri bukan merupakan budaya, tetapi kapitalisme menciptakan suatu budaya sendiri dimana budaya itu berorientasi pada pasar. Kapitalisme mempengaruhi pasar atau masyarakat dengan menciptakan budaya baru dalam masyarakat tersebut agar budaya itu dapat mendukung usaha penjualan produk-produk dari perusahaan-perusahaan kapitalis. Kapitalisme menciptakan budayanya sendiri dengan tujuan keuntungan sebesar-besarnya. Misalkan, secara genetis, warna kulit orang indonesia adalah coklat, tetapi perusahaan-perusahaan besar yang bergerak dalam bidang kecantikan merubah stigma itu melalui berbagai media dengan mengatakan bahwa orang indonesia dapat menjadi putih. Dengan menyakinkan masyarakat bahwa putih itu cantik, maka masyarakatpun akan mulai membeli berbagai produk kecantikan dari perusahaan-perusahaan tadi untuk berusaha memutihkan warna kulitnya. Masyarakat dibentuk untuk menjadi konsumen sejati. Yang diinginkan kapitalis adalah pikiran masyarakat hanyalah membeli produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan kapitalis. Akhirnya budaya yang ditunjukkan oleh masyarakat hanya budaya konsumeristik dan hedonistik.

Lalu bagaimana dengan budaya yang ada dalam masyarakat tersebut?
Jawaban untuk menjawab pertanyaan diatas adalah adanya proses seleksi budaya. Budaya-budaya masyarakat setempat yang tidak mempunyai individu-individu untuk melestarikan budaya-budaya tersebut akan hilang ditelan oleh zaman. Individu-individu dalam masyarakat tersebut telah terbentuk oleh budaya-budaya yang diciptakan oleh kapitalisme. Pada tingkat tertentu, budaya-budaya kapitalisme yang bertahan akan menjadi bentuk hegemoni budaya. Hegemoni budaya terbentuk melalui budaya-budaya yang dapat bertahan dalam seleksi budaya.

Jika memang begitu adanya, apakah hanya budaya yang dibentuk oleh sistem kapitalisme yang dapat bertahan? Dapatkah budaya lokal dapat bertahan dari gempuran budaya kapitalistik?
Interaksi antar budaya dapat berkembang satu sama lain dan menimbulkan akibat tersendiri bagi budaya-budaya tersebut. Interaksi yang dihasilkan dapat berupa interaksi yang bersifat positif dimana budaya-budaya yang berinteraksi tidak hilang satu sama lain, bahkan dalam tingkat tertentu pula, akan terjadi proses akulturasi antar budaya tersebut. Seperti contoh adalah penyebaran islam di nusantara yang menggunakan metode budaya. Para wali pada waktu menyebarkan islam tidak dengan secara frontal sama dengan budaya timur tengah pada waktu awal islam berdiri, tetapi melalui budaya lokal. Contoh yang lebih nyata adalah kisah arsitektur masjid dibeberapa kota di Indonesia lebih menyerupai dengan bangunan budaya setempat.

Dalam era globalisasi, dimana kapitalisme menciptakan suatu bentuk budaya sendiri untuk kepentingan kapitalisme itu sendiri, interaksi dengan budaya lokal tidak dapat terhindarkan. Sebagian besar interaksi antara budaya lokal dengan budaya yang diciptakan oleh kapitalisme bersifat negatif, walaupun sebagian yang lain dapat bersifat positif. Dengan interaksi yang bersifat negatif, pertarungan antar keduanya tidak dapat dihindarkan. Budaya yang diciptakan oleh kapitalisme menyerang pemikiran individu-individu yang hidup dalam masyarakat yang mempunyai budaya lokalnya sendiri. Individu-individu tersebut dibentuk untuk menjadi seseorang yang mempunyai cara berpikir konsumeristik dan hedonis. Saat hal itu itu terjadi, individu-individu tersebut tidak mempunyai keinginan lagi untuk melestarikan budayanya sendiri. Seperti contoh, dalam adat istiadat jawa seorang perempuan itu harus berpakaian sopan (dalam agama juga dianjurkan) jika hendak bepergian atau keluar rumah, tetapi pakaian-pakaian model sekarang lebih menunjukkan bagian-bagian tubuhnya. Bahkan pengaruh-pengaruh seperti ini telah sampai dalam tingkatan budaya pedesaan. Dengan pengaruh media yang begitu kuat, para kapitalis memanfaatkannya dengan menunjukkan bahwa seorang perempuan itu harus berpakaian seperti yang ada diiklan agar dapat dinilai cantik.

Kondisi-kondisi seperti contoh diatas dapat mematikan budaya lokal yang ada dalam masyarakat tersebut. Budaya-budaya lokal yang ada dalam masyarakat akan tergantikan oleh budaya-budaya ciptaan para kapitalis dan akhirnya budaya ciptaan kapitalis (konsumeristik dan hedonis) akan menjadi hegemoni budaya baru yang ada dalam masyarakat. Tetapi sebagai seorang yang mengerti budayanya sendiri, masyarakat harus dapat menyeleksi nilai-nilai budaya yang ada dalam globalisasi. Pada dasarnya kita tidak dapat lepas dari yang namanya globalisasi, karena akan terus menerus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Saat kita memandang suatu budaya, bukan berarti budaya baru yang datang bersama globalisasi tersebut harus ditolak hanya karena budaya tersebut merupakan salah satu efek globalisasi melainkan dengan melihat dan menyeleksi nilai-nilai positif yang ada dalam budaya tersebut. Dan bukan menjadi kemungkinan, salah satu cara untuk menyelamatkan budaya kita adalah dengan memasukkan nilai-nilai positif dari budaya tersebut dengan budaya lokal masyarakat kita (akulturasi budaya). Sebagai seorang yang tahu dan mengerti akan pentingnya budaya sendiri, kita tidak harus membudayakan globalisasi, melainkan dengan mengglobalisasikan budaya kita sendiri.

You Might Also Like

0 komentar